APA YANG TERJADI DENGAN SISTEM SOSIAL JIKA TIDAK ADA AGAMA?
Konsep
pertama yang akan hilang pada sebuah lingkungan tak beragama adalah konsep
keluarga. Nilai-nilai yang menjaga keutuhan keluarga seperti kesetiaan,
kepatuhan, kasih-sayang dan rasa hormat akan ditinggalkan sama sekali. Harus
diingat bahwa keluarga merupakan pondasi dari sistem kemasyarakatan. Jika tata
nilai keluarga runtuh, maka masyarakat pun akan runtuh. Bahkan bangsa dan
negara pun tidak akan ada lagi, karena seluruh nilai moral yang menyokongnya
telah musnah.
Lebih
jauh lagi, tak akan ada lagi rasa hormat dan kasih-sayang terhadap orang lain.
Ini mengakibatkan anarki sosial. Yang kaya membenci yang miskin, yang miskin
membenci yang kaya. Angkara murka tumbuh pada mereka yang merasa dirintangi,
hidup susah atau miskin. Atau menimbulkan agresi terhadap bangsa lain. Karyawan
bersikap agresif kepada atasannya. Demikian pula atasan kepada bawahannya. Para
bapak berpaling dari anaknya, dan anak berpaling dari bapaknya.
Sebab
dari pertumpahanan darah yang terus-menerus dan “berita-berita kriminalitas” di
surat kabar adalah ketiadaan agama. Setiap hari dapat kita baca tentang
orang-orang yang saling bunuh karena alasan yang sangat sepele.
Orang
yang mengetahui bahwa ia akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak,
tidak akan melakukan pembunuhan. Dia tahu bahwa Allah melarang manusia
melakukan kejahatan. Ia selalu menghindari murka Allah karena rasa takutnya
kepadaNya.
Janganlah
berbuat kerusakan di muka bumi, setelah (Allah) memperbaikinya. Dan berdo’alah kepadaNya dengan rasa takut dan harapan. Sesungguhnya rahmat Allah sangat dekat
kepada orang-orang yang berbuat baik. (Surat al-A’raf: 56)
Tindakan
bunuh diri pun disebabkan oleh ketiadaan agama. Orang yang melakukan bunuh diri
sama saja dengan melakukan pembunuhan. Orang yang hendak bunuh diri karena
ditinggal pacar, misalnya, harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut
sebelum melakukannya: Apakah ia akan melakukan bunuh diri jika pacarnya menjadi
cacat? atau menjadi tua? atau jika wajah pacarnya terbakar? Tentunya tidak. Dia
terlalu berlebihan menilai pacarnya seolah sebanding dengan Allah. Bahkan
menganggap pacarnya lebih penting dari Allah, lebih penting dari hari akhirat
dan dari agama. Ia lebih mempertaruhkan jiwanya bagi pacarnya tersebut
dibanding bagi Allah.
Orang
yang dibimbing Al-Qur’an tidak akan melakukan hal semacam itu, bahkan tidak
akan terlintas sedikitpun dalam benaknya. Seorang yang beriman menyerahkan
hidupnya hanya untuk keridhaan Allah, dan menjalani dengan sabar segala
kesusahan dan masalah yang Allah ujikan padanya di dunia ini. Ia pun tidak lupa
bahwa kesabarannya itu akan mendapatkan balasan berlipat ganda baik di dunia
maupun di akhirat.
Pencurian
pun merupakan hal yang sangat biasa pada masyarakat yang tak beragama. Seorang
pencuri tak pernah berpikir seberapa besar kesusahan yang ditimbulkannya
terhadap orang yang dicurinya. Harta yang dikumpulkan korbannya puluhan tahun
diambilnya dalam semalam saja. Ia tak peduli seberapa besar kesusahan yang akan
diderita korbannya. Mungkin saja ia pernah sadar dan menyesali perbuatannya
yang telah menimbulkan kesusahan pada orang lain. Jika tidak, keadaannya
menjadi lebih buruk. Itu berarti bahwa hatinya telah membatu dan selalu
cenderung untuk melakukan segala tindakan yang tak bermoral.
Dalam
masyarakat yang tak beragama, nilai-nilai moral seperti keramahan, mau
berkorban untuk orang lain, solidaritas dan sikap murah hati telah lenyap sama
sekali. Orang-orangnya tidak menghargai orang lain sebagaimana layaknya
manusia. Bahkan ada yang memandang orang lain sebagai mahluk yang berevolusi
dari kera. Tak satu pun dari mereka mau menerima, melayani, menghargai atau
memberikan sesuatu yang baik kepada orang lain. Apalagi terhadap mereka yang
dianggapnya sebagai berasal dari kera.
Orang-orang
yang berpikiran seperti ini tidak menghargai orang lain. Tak satu pun
memikirkan kesehatan, kesejahteraan atau kenyamanan orang lain. Mereka tak
peduli jika orang lain terluka, atau pernah berusaha agar orang lain terhindar
dari kecelakaan semacam itu.
Di
rumah sakit, misalnya, orang yang hampir meninggal dibiarkan begitu saja
terlentang di ranjang-gotong dalam jangka waktu yang tak tentu; tak seorangpun
pun peduli kepadanya. Contoh lain misalnya, pemilik restoran yang menjalankan
restorannya tanpa peduli dengan kebersihan. Tempatnya yang kotor dan tidak
sehat tak digubrisnya, tidak peduli dengan bahaya yang mungkin ditimbulkan
terhadap kesehatan orang lain yang makan di sana. Ia hanya peduli kepada uang
yang dihasilkannya. Ini hanya sebagian kecil contoh yang kita temui sehari-hari.
Logikanya, orang hanya baik terhadap orang lain
jika bisa mendapat imbalan yang menguntungkan. Namun bagi mereka yang
menjalankan standar moral Al-Qur’an, menghargai orang lain merupakan pengabdian
kepada Allah. Mereka tak mengharapkan imbalan apa pun. Semuanya merupakan usaha
untuk mencari ridha Allah dengan terus-menerus melakukan amal baik, dan
berlomba-lomba dalam kebaikan.
Comments
Post a Comment
^_^ Komentarnya Ya ^_^